1.
Universal self Precautions
a. Pengertian
Menurut WHO
dalam Nasronudin (2007), universal precautions merupakan suatu pedoman
yang ditetapkan oleh the Centers for Disease Control and Prevention CDC Atlanta
dan the Occupational Safety and Health Administration (OSHA), untuk
mencegah transmisi dari berbagai penyakit yang ditularkan melalui darah
di lingkungan fasilitas pelayanan kesehatan. Sementara itu
menurut Kurniawati dan Nursalam (2007), kewaspadaan Universal (KU) atau Universal
Precautions (UP) adalah suatu cara untuk mencegah penularan penyakit
dari cairan tubuh, baik dari pasien ke petugas kesehatan dan sebaliknya
juga dari pasien ke pasien lainnya.
b. Tujuan Universal Precautions
Kurniawati
dan Nursalam (2007), menyebutkan bahwa Universal precautions perlu
diterapkan dengan tujuan :
1)
Mengendalikan
infeksi secara konsisten
Universal precautions merupakan upaya pengendalian infeksi yang harus
diterapkan dalam pelayanan kesehatan kepada semua pasien, setiap waktu, untuk
mengurangi risiko infeksi yang ditularkan melalui darah.
2)
Memastikan
standar adekuat
Bagi mereka yang tidak didiagnosis atau
tidak terlihat seperti
berisiko Prinsip universal precautions diharapkan
akan mendapat perlindungan maksimal dari infeksi yang ditularkan melalui darah maupun
cairan tubuh yang lain baik infeksi yang telah diagnosis maupun yang belum
diketahui.
3) Mengurangi risiko bagi petugas kesehatan dan pasien
Universal
precautions tersebut
bertujuan tidak hanya melindungi petugas dari risiko
terpajan oleh infeksi HIV namun juga melindungi klien
yang mempunyai kecenderungan rentan
terhadap segala infeksi yang mungkin
terbawa oleh petugas.
4) Asumsi bahwa risiko atau infeksi berbahaya
Universal precautions ini juga sangat diperlukan untuk mencegah infeksi
lain yang bersifat
nosokomial terutama untuk
infeksi yang ditularkan melalui darah / cairan tubuh.
c. Macam Universal Precautions
Tindakan pencegahan universal
meliputi hal-hal sebagai berikut :
1) Cuci tangan
Cuci tangan
harus dilakukan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan walaupun memakai
sarung tangan dan alat pelindung diri lain. Tindakan ini penting untuk
mengurangi mikroorganisme yang ada di tangan sehingga penyebaran infeksi dapat
dikurangi dan lingkungan kerja terjaga dari infeksi (Kurniawati & Nursalam,
2007). Indikator mencuci tangan digunakan dan harus dilakukan untuk antisipasi
terjadinya perpindahan kuman melalui tangan yaitu:
a)
Sebelum
melakukan tindakan, misalnya saat akan memeriksa (kontak langsung dengan
klien),
saat akan memakai sarung tangan
bersih maupun steril, saat akan melakukan injeksi dan pemasangan infus.
b)
Setelah
melakukan tindakan, misalnya setelah memeriksa pasien, setelah memegang alat
bekas
pakai dan bahan
yangterkontaminasi, setelah menyentuh selaput mukosa.
·
Prinsip-prinsip cuci tangan yang efektif
Dengan sabun atau handsrub yang berbasis alkohol
menggunakan 7 langkah (WHO dalam Prosedur Tetap RSUP Dr. Kariadi Semarang,
2011):
a)
Basahi
kedua telapak anda dengan air mengalir, lalu beri sabun ke telapak usap dan
gosok dengan lembut pada kedua telapak tangan
. Gambar 2.1 Langkah pertama cuci tangan
b)
Gosok
masing- masing pungung tangan secara bergantian. Gambar 2.2 Langkah kedua
cuci
tangan
c)
Jari
jemari saling masuk untuk membersihkan sela-sela jari. Gambar 2.3 Langkah
ketiga cuci
tangan
d) Gosokan ujung jari (buku-buku) dengan
mengatupkan jari tangan kanan terus gosokan ke telapak tangan kiri bergantian
e) Gosok dan putar ibu jari secara bergantian
f) Gosokkan ujung kuku pada telapak tangan secara
bergantian
g) Menggosok kedua pergelangan tangan dengan cara
diputar dengan telapak tangan bergantian
setelah itu
bilas dengan menggunakan air bersih dan mengalir, lalu keringkan..
2) Penggunaan alat pelindung diri (APD)
Alat pelindung diri digunakan untuk melindungi kulit
dan selaput lendir petugas dari resiko pajanan
darah, semua jenis cairan tubuh, sekret, ekskreta
kulit yang tidah utuh dan selaput lendir pasien.
Penggunaan
alat pelindung diri yang sesuai untuk setiap tindakan seperti :
a) Penggunaan Sarung Tangan
Melindungi tangan dari bahan infeksius dan melindungi
pasien dari mikroorganisme pada tangan
petugas. Alat ini merupakan pembatas fisik terpenting
untuk mencegah penyebaran infeksi dan
harus selalu diganti untuk mecegah infeksi silang.
Menurut Tiedjen (2004), ada tiga jenis sarung tangan
yaitu:
Ø
Sarung
tangan bedah, dipakai sewaktu melakukan tindakan infasif atau pembedahan.
Ø
Sarung
tangan pemeriksaan, dipakai untuk melindungi petugas kesehatan sewaktu
malakukan pemeriksaan atau pekerjaan rutin.
Ø
Sarung
tangan rumah tangga, dipakai sewaktu memproses peralatan, menangani bahan-bahan
terkontaminasi, dan sewaktu membersihkan permukaan yang terkontaminasi.
Pemakaian
sarung tangan steril menurut Prosedur Tetap Keperawatan RSUP Dr. Kariadi
Semarang ( 2011) meliputi :
Pelaksanaan
:
- Cuci tangan dengan seksama
- Buka pembungkus bagian luar kemasan sarung tangan dengan memisahkan dan melepaskan sisi-sisinya
- Pegang bagian dalam kemasan dan letakkan pada permukaan yang bersih dan datar, buka kemasan, jaga sarung tangan tetap pada kemasan dalam
- Jika sarung tangan kanan dan kiri, kenakan sarung tangan yang dominan terlebih dahulu
- Dengan ibu jari dan telunjuk tangan non dominan, pegang tepi manset untuk tangan yang dominan, sentuh hanya permukaan bagian dalam sarung tangan
- Pakai sarung tangan dominan, pastikan manset tidak tertumpuk di pergelangan tangan, ibu jari dan jari-jari lainnya berada pada tempat yang tepat
- Dengan tangan dominan yang bersarung tangan, selipkan jari di dalam manset sarung tangan kedua
- Kenakan sarung tangan kedua pada tangan non dominan
- Setelah sarung tangan kedua dikenakan, tautkan kedua tangan, manset biasanya jatuh ke bawah
- Sarung tangan yang sudah dipakai dibuang pada tempatnya.
b) Penggunaan Gaun pelindung
Gaun bedah, petama kali digunakan untuk
melindungi pasien dari mikroorganisme yang terdapat di abdomen dan lengan dari staf
perawatan kesehatan sewaktu pembedahan.
c) Penggunaan Celemek (skort)
Jenis bahan dapat berupa bahan tembus cairan dan bahan
tidak tembus cairan. Tujuannya untuk
melindungi petugas dari kemungkinan genangan atau
percikan darah maupun cairan tubuh lain yang
dapat mencemari baju seragam.
d) Penggunaan Masker dan kaca mata (google)
Masker dan kaca mata atau pelindung wajah
(google) tujuannya melindungi membran mukosa mata, hidung dan mulut, digunakan
selama melakukan tindakan perawatan pasien yang memungkinkan terjadi percikan
darah atau cairan tubuhlain.
Langkah-langkah
perawat / bidan / POS dalam memakai masker agar tidak terjadi infeksi
nosokomial baik bagi pasien maupun perawat di ruang rawat inap (Kurniawati
& Nursalam,2007).
Prosedur :
(1)
Memasang masker menutupi hidung dan mulut, kemudian mengikat tali-talinya
a. Tali bagian atas diikat ke belakang kepala melewati
bagian atas telinga
b. Tali bagian bawah diikat ke belakang leher
(2)
Menanggalkan masker dengan melepaskan ikatan talitalinya, kemudian masker
dilipat dengan bagian
luar didalam
(3) Masker
direndam dengan larutan desinfektans
(4) Cuci
tangan
e) Sepatu tertutup
Sepatu tertutup, dipakai pada saat memasuki
daerah ketat.Sepatu ini dapat berupa sepatu tertutup biasa sebatas mata kaki dan
sepatu booth tertutup yang biasa dipakai pada operasi yang memungkinkan
terjadinya genangan percikan darah atau cairan tubuh pasien, misalnya pada
operasi sectio caesarea atau laparatomy.
3) Pengelolaan dan pembuangan alat benda tajam
secara hati-hati. Alat benda tajam sekali pakai (disposable) dipisahkan
dalam wadah khusus untuk insenerasi. Bila tidak ada insenerator, dilakukan
dekontaminasi dengan larutan chlorine 0,5% kemudian dimasukkan dalam
wadah plastik yang tahan tusukan misalnya kaleng untuk dikubur dan kapurisasi.
4) Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai
dengan cara melakukan dekontaminasi, desinfeksi, sterilisasi. Dekontaminasi dan
desinfeksi dilakukan di ruang perawatan dengan menggunakan cairan desinfektan chlorine
0,5%, glutaraldehyde 2%, presept atau desinfektan oleh bagian
sterilisasi dengan mesin autoclave.
5) Pengelolaan linen yang tercemar dengan
benar. Linen yang basah dan tecemar oleh darah, cairan tubuh, sekresi,
ekskresi, harus dikelola secara hati-hati dengan mencegah pemaparan kulit dan membran
mukosa serta kontaminasi pakaian.
2. Perilaku
a. Pengertian perilaku
Perilaku adalah
suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan, yang dapat diamati
secara langsung maupun tidak langsung (Sunaryo, 2004). Menurut Notoatmodjo
(2003), merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang
terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui
proses adanya stimulus terhadap organisme dan kemudian organisme tersebut
merespons, maka teori Skiner ini disebut teori “SO- R” atau Stimulus –
Organisme – Respons.
b. Respon
Perilaku
Dilihat dari bentuk respons terhadap
stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
1) Perilaku tertutup (covert behavior)
Respons
perilaku seseorang terhadap suatu stimulus dalam bentuk terselubung atau
tertutup (covert). Respons atau suatu reaksi terhadap suatu stimulus ini
masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/ kesadaran dan sikap yang
terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati
secara jelas oleh orang lain.
2) Perilaku terbuka (overt behavior)
Respons seseorang terhadap stimulus dalam
bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah
jelas dalam bentuk tindakan atau praktek (practice), yang dengan mudah
dapat diamati atau dilihat orang lain.
c. Faktor
yang mempengaruhi perilaku
Menurut Notoatmodjo (2003), menganalisis perilaku
manusia tersebut dalam perilaku manusia pada tingkat kesehatan. Sedangkan
kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok yaitu faktor
perilaku dan faktor diluar perilaku, selanjutnya perilaku kesehatan dipengaruhi
oleh:
1) Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor)
Faktor ini
mencakup: pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan
kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan sistem
nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, dan persepsi.
2) Faktor-faktor pendukung (enabling faktor)
Faktor pendukung merupakan faktor pemungkin. Faktor
ini bisa sekaligus menjadi penghambat atau mempermudah niat suatu perubahan
perilaku dan perubahan lingkungan yang baik. Faktor pendukung (enabling
faktor) mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas, sumber
daya / dana, keterampilan dan keterjangkauan. Sarana dan fasilitas ini pada
hakekatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya suatu perilaku, sehingga
disebut sebagai faktor pendukung atau faktor pemungkin.
3) Faktor-faktor pendorong (reinforcing factor)
Faktor-faktor
pendorong (reinforcing factor) merupakan penguat terhadap timbulnya
sikap dan niat untuk melakukan sesuatu atau berperilaku. Suatu pujian,
sanjungan dan penilaian yang baik akan memotivasi, sebaliknya hukuman dan
pandangan negatif seseorangakan menjadi hambatan proses terbentuknya perilaku.
Hal yang paling berpengaruh terhadap perubahan perilaku perawat adalah motivasi,
sikap dan perilaku masyarakat, sikap dan perilaku petugas kesehatan dan
fasilitas dan peralatan yang memadai.
3.
Faktor-faktor yang mempengaruhi universal precautions
Faktor yang mempengaruhi perilaku menurut Notoatmodjo
(2003) adalah pengetahuan, sikap dan motivasi :
a. Pengetahuan
1) Pengertian Pengetahuan
Menurut
Notoatmodjo (2003), pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi
setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan atau kognitif merupakan
domain yang sangat penting dalam membentuk
tindakan seseorang (overt behavior).
Perilaku
yang didasari pengetahuan umumnya bersifat langgeng, sebelum orang mengadopsi
perilaku baru tersebut terjadi proses yang berurutan yakni :
a) Awareness (kesadaran) : yakni orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui stimulus (objek)
terlebih dahulu
b) Interest : yakni orang mulai tertarik kepada
stimulus
c) Evaluation : menimbang-nimbang baik dan
tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini
berarti
sikap responden sudah lebih baik lagi
d) Trial : orang telah mulai mencoba perilaku
baru
e) Adoption : subjek telah berperilaku baru
sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya
terhadap
stimulus
2) Domain kognitif pengetahuan
Menurut Notoatmojo (2003), pengetahuan tercakup dalam
domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu:
a) Tahu (know)
Tahu diartikan
sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Kata kerja
untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan,
menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya. Oleh sebab itu, tahu
ini merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah.
b) Memahami (Comprehension)
Suatu
kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
c) Aplikasi (Application)
Sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
d) Analisis (analysis)
Suatu kemampuan untuk menjabarkan materi
atau suatu subyek ke dalam komponen-
komponen, tetapi masih di dalam
suatu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e) Sintesis (synthetis)
Sintesis yaitu menunjukkan pada suatu
kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu kemampuan
untuk menyusun formula baru. Formulasiformulasi yang telah ada.
f) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan
untuk melakukan penilaian terhadap suatu obyek atau materi. Penilian ini dibutuhkan
suatu kriteria yang ditentukan atau menggunakan kriteria yang ada.
3)
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut
Sukmadinata (2003), faktor–faktor yang mempengaruhi pengetahuan yang dimiliki
oleh seseorang dipengaruhi oleh faktor– faktor sebagai berikut :
a) Faktor internal
(1) Jasmani
Faktor jasmani di antaranya adalah keadaan
indera seseorang.
(2) Rohani
Faktor rohani di antaranya adalah kesehatan
psikis, intelektual, psikomotor serta kondisi efektif dan kognitif individu.
b) Faktor eksternal
(1) Pendidikan
Tingkat
pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberi respon yang datang dari
luar. Orang yang berpendidikan tinggi akan memberi respon yang lebih rasional
terhadap informasi yang datang dan akan berfikir sejauh mana keuntungan yang
mungkin akan mereka peroleh dari gagasan tersebut.
(2) Paparan Media Massa
Melalui
berbagai media cetak maupun elektronik, berbagai informasi dapat diterima oleh
masyarakat, sehingga seseorang yang lebih sering terpapar media massa
(TV,radio, majalah, pamphlet, dll) akan memperoleh informasi media ini, berarti
paparan media massa mempunyai tingkat pengetahuan yang dimiliki seseorang.
(3) Ekonomi
Dalam memenuhi
kebutuhan primer maupun kebutuhan sekunder, keluarga dengan status ekonomi
lebih baik mudah tercukupi dibanding keluarga dengan status ekonomi rendah. Hal
ini akan mempengaruhi kebutuhan akan informasi yang termasuk kebutuhan
sekunder.
(4) Pengalaman
Pengalaman
seseorang individu tentang berbagai hal bisa diperoleh dari lingkungan
kehidupan dalam proses perkembangannya, misal sering mengikuti kegiatan yang mendidik,
misalnya seminar. Organisasi dapat memperluas jangkuan pengalamannya, karena
dari berbagai kegiatan tersebut informasi tentang satu hal dapat diperoleh.
4) Alat
Ukur Pengetahuan
Menurut Wawan
dan Dewi (2010), pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau
angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari obyek
penelitian atau responden. Data yang bersifat kualitatif digambarkan dengan
katakata, sedangkan data yang bersifat kuantitatif berwujud angkaangka, hasil
hasil perhitungan atau pengukuran, dapat diproses dengan cara dijumlahkan,
dibandingkan dengan jumlah yang diharapkan dan diperoleh persentase, setelah
dipersentasikan lalu
ditafsirkan ke dalam kalimat yang bersifat
kualitatif sebagai
berikut:
a)
Pengetahuan baik (76-100%)
b)
Pengetahuan cukup (55-75%)
c)
Pengetahuan kurang (< 55%)
0 opmerkings:
Plaas 'n opmerking